Rabu, 12 Januari 2011

Hirarki Yuridis

Undang-Undang  No 2 tahun 2002 dan Tap MPR No VI &  Tap VII tahun 2000 merupakan tonggak sejarah  baru bagi Organisasi Polri.Berdasarkan Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan tap MPR RI No VII tentang tugas dan peran Polri dan TNI terpisa Secara Struktural maupun Institusional. 

Melalui 2(dua) payung hukum tersebut terlihat jelas ,betapa Pemerintah ,sangat menginginkan  aparat penegak hukum yang mandiri, profesional, serta Proposional sebgai aparat penegak hukum. Dalam 2(dua) payung hukum tersebut Undang-Undang menuntut pemisahan antara TNI dan Polri secara Institusional, Polri Sebagai aparat penegak hukum sedangkan TNI sebagai aparat penjaga Ketahanan negara. Namun pada Kenyataanya, Reformasi yang dikehendaki oleh Undang-Undang tersebut tidak serta merta dapat langsung terlaksana. Reformasi yang dikehendaki oleh Undang-undang belum menjadi gerakan Semesta oleh kedua Institusi ini, reformasi Semesta yang diharapkan masih terkendala bukan hanya disebabkan oleh pelaksananya melainkan Lembaga yang merancang dan membuat secara resmi Undang-undang Materil di Negara kita. sama-sama kita sadari bahwah disana-sini masih terlihat masih banyak kekurangan, pada khusunya objektifitas undang-undang yang dibuat sebagai landasan Yuridis formal kedua Institusi ini. Masih banyak makna, pengertian, serta tujuan dalam Pasal yang telah dibuat dalam undang-undang susah untuk diterjemahkan atau  sering disebut (elipsis) dan masih banyak  kata-kata serta kalimat yang memiliki makna multi penapsiran atau (ambiguitas).
Undang-undang Sejatinya merupakan seperangkat Perarturan sebagai landasan atau paradigma teknis anggota dalam melaksanakan tugas pokoknya yang seharusnya bersifat mudah dicerna dan dipahami, serta tidak menimbulka interprestasi yang berbeda oleh institusi pelaksananya namun, sering kita temukan dalam undang-undang  pasal yang sifatnya tumpang tindih (over lapping) terhadap Undang-undang lain entah semuanya hanya karena kelalaian saja atau mungkin juga ada tujuan Politis di balik penapsiran pasal- pasal tersebut ,hal seperti inilah yang akan sangat mempengaruhi keprofesionlaitasan aparat penegak hukum yang satu dengan yang lain nya, contohnya dalam Kepres tanggal  05 agustus tahun 2004 No 63 tentang pengamanan objek vital yang selama ini di aman kan atau  dipegang oleh intansi militer / TNI  melalui Kepres tersebut tugas Pengamanan Objek Vital dialihkan menjadi bagaian dari tugas Kepolisian namun, Kepres tersebut dianulir Oleh Undang - Undang No 34 tahun 2004 pasal 7 ayat 2 huruf b Poin 5 dimana disana Juga di jelaskan bahawa Pengamanan Obnjek Vital juga Merupakan tugas operasi TNI Selain Perang militery operation other than  war ( MOOW) hal inilah yang disebut dengan over laping dalam pasal undang-undang walaupun secara Hierarki yuridis Kita mengenal azas dalam berlakunya suatu perundang - undangan di antaranya yaitu :
  " lex superior derogat lege inferior " undang - undang yang tingkatannya lebih tinggi mengenyampingkan undang-undang yang hierarki yuridisnya lebih rendah. dalam contoh kasus di atas dapat kita membuat hasil Hipotesis bahwa tentunya Undang-undang yang di buat oleh lembaga legeslatif lebih tinggi posisinya dari pada Kepres. itu artinya secara konstitusional Undang-undang No 34 tahun 2004 dapat juga diberlakukan dalam Pengamanan mobjek vital tersebut karena secara hirarki yuridis Posisi Undang-undang No 34 tahun 2004 tersebut Lebih tinggi posisinya dari pada Kepres itu artinya anggota TNI juga sah secara konstitusioanl melakukan pengamanan Objek-objek vital di Indonesia.  berikut Hirarki yuridis formal yang berlaku di Indonesia :

Briptu Gino maku suci S.ikom

Berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah:
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
3. Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden

7. Peraturan Daerah


Dualisme serta over lapping peraturan perundang-undangang semacam ini ah yang  sangat menciderai undang-undang sebagai payung hukum dalam pelaksanaan tugas Aparatur penegak hukum dan bukan tidak mungkin hal ini juga lah yang akan menjadi pemicu konflik antara Polri dan TNI dilapangan khususnya pada prajurit TNI Polri level bawah ,

Minggu, 09 Januari 2011

pembunuhan karakter oleh media massa

makalah komunikasi massa

TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI MASSA
Pembunuhan karakter melalui media massa

Di susun oleh
GINO MAKU SUCI
Npm 0851048




FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BATURAJA
2010/2011



Kata Pengatar

Puji sukur kehadiran Allah Swt Penulis panjatkan karena Berkat limpahan serta karunianyalah sehingga Penulis dapat Membuat dan menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan Salam Tak lupa Penulis panjatkan Kepada Nabi Besar Muhhamad SAW.Semoga Beliau dan para Sahabat-sahabatnya berada Di Sisih Allah Dan Di tempatkan di tempat yang terbaik di sisihNya
Penulis Menyadari makalah ini sangat jauh dari sempurna tapi karena Motivasi dan keinginan yang besar sebagai mahasiswa terlebih lagi sebagai mahasiswa komunikasi dimana dunia pers sangat linier degan disiplin ilmu yang sedang di tempuh di bangku kulya sekarang ini dengan segala kekuranagan nya puji syukur penulis panjatkan makalah ini bisa di selesaikan .
Penulis sangat mengharapakan Kritik yang konstruktif dan Saran Yang Inovatif bagi pembaca makala ini Guna Evaluasi bagi Penulis untuk Penyempurnaan pembuatan –pembuatan makalah Berikutnya.




BAB I
A.LATAR BELAKANG

Banyak peristiwa masih akan terjadi dan bisa dicatat, atau terlupakan, dalam setiap peristiwa di dunia. Pergulatan menuju pers bebas dan beretika sedang berkecamuk. Jatuhnya Soeharto, Mei 1998, segera memberi ruang terbuka bagi sesak nafas yang diderita Pers Indonesia hampir selama tiga dasawarsa berada dalam kungkungan kekuasaan rezim Suharto yang otorier . Saat ini pers seperti di bangunkan dari tidur yang panjang yang tak kunjung berkesudahan .
Kini Pers bukan hanya sutau lembaga sebgai pemberi informasi bagi masyarakat tapi per juga memiliki tanggung jawab social terhadap komunikan nya .kini pers selain menjadi media ,informasi,edukasi,juga pers juga mempunya perananaan yang jauh lebih essensial yaitu sebagai wada social control & policy control of government.
Hal ini jugala yang mendorong penulis untuk mengambil tema sistem pers sebagai social control di indonesia untuk menjadi materi pembahasan dalam makalah ini.seberapa besar dan begitu signifikan kah peranan pers sebagai wada control social & policy control atau apakah fungsinya sebagai pilar penegakan suatu public sphere malah di sala gunakan .

B.RUMUSAN MASALAH
Apakah media massa itu ?
Apa fungsi, peran, karakteristik Media Massa ?
Seberapa signipikankah Peran Media Massa dalam penegakan hukum ?

BAB II
A.PEMBAHASAN
Media massa (Pers) adalah suatu istilah yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas.Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma. (Dennis McQuil, 1987:1).
Fungsi media massa sejalan dengan fungsi komunikasi massa sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut.
Harold D. Laswell:
1. Informasi (to inform)
2. Mendidik (to educate)
3. Menghibur (to entertain)
Media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu kedudukan media massa dalam masyarakat sangatlah penting. Dengan adanya media massa, masyarakat yang tadinya dapat dikatakan tidak beradab dapat menjadi masyarakat yang beradab. Hal itu disebabkan, oleh karena media massa mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal sehingga masyarakat yang membaca tidak hanya orang-perorang tapi sudah mencakup jumlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat terlihat di permukaan masyarakat.
Mengingat kedudukan media massa dalam perkembangan masyarakat sangatlah penting, aktualisasinya banyak yang di salah gunakan oleh segelintir oknum yang tak bertanggung jawab,salah satunya yaitu dengan cara pembunuhan karekter melalui media.

Karakteristik Media Massa
­-Publisitas, yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak.
-Universalitas, pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum).
-Periodisitas, tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per hari.
-Kontinuitas, berkesinambungan atau terus-menerus sesuai dengan priode mengudara atau jadwal terbit.
-Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi kepada publik.
B.pembunuhan karakter oleh media
Sering pula media massa melakukan pengadilan media massa, yaitu mengadili seseorang melalui pemberitaan media massa. Modus pemberitaan macam ini adalah media memberitakan sese­orang telah melakukan kejahatan tanpa melakukan konfirmasi dan bersifat tendensius untuk memojokkan orang itu. Mengadili sese­orang melalui media massa adalah bentuk kekerasan terhadap orang lain, karena yang berhak menyatakan orang itu bersalah adalah pengadilan. Sasaran mengadili seseorang melalui media massa adalah membunuh karakter seseorang agar supaya reputasi orang tersebut menjadi rusak di depan publik, terhambat kariernya serta akibat yang lebih besar adalah orang tersebut dipecat dari jabatan atau tugas dan pekerjaannya.
Pembunuhan karakter (character assassination) adalah juga ke­jahatan seseorang atas orang lain, karena tidak seorang pun berhak menghalangi seseorang untuk mengkarya mengekspresikan diri dan mengembangkan karakternya di masyarakat. Dampak kejahatan semacam ini sangat luas, setiap upaya membunuh karakter sese­orang apalagi melalui media massa pasti berdampak kepada ke­luarga orang itu, berdampak bagi lingkungannya, dan apabila ke­jahatan ini dilakukan dalam skala internasional, maka akan merusak citra bangsa itu pada skala internasional. Sering kali pemberitaan semacam ini lepas dari kendali media massa karena media merasa telah melalukan prinsip-prinsip jurnalisme, namun kadang pula karena kualitas wartawan dan reportasi yang tidak memadai dan memenuhi persyaratan jurnalis­me, maka akibatnya menjadi buruk bagi semua pihak Contoh nya saja pembunuhan karakter terhadap pembantu presiden SBY jilit 2 Ibu Sri Mulyani (menkeu) dan Bodiono (wapres), yang mana nama beliau selau disebut oleh media TVONE dan Metro TV yang bertanggung jawab atas masalah bail out Bank Century. Pesiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai ada upaya pembunuhan karakter yang keterlaluan terkait dengan kabar yang menyebutkan jika tim suksesnya mendapatkan aliran dana talangan Bank Century pada Pemilu Presiden 2009. “Ada fitnah dan pembunuhan karakter yang keterlaluan. Disebut ada aliran dana sekian banyak pada tim sukses kampanye SBY.
Bagi media massa yang menggunakan paradigma war jurnalism ..pembunuhan karater ini adalah model produksi jurnalisnya, tanpa memandang apa pun akibat dari pemberitaannya bagi semua pihak. Namun bagi media massa yang mengunakan paradigm love journalism, pemilihan terhadap berita-berita yang dapat merusak reputasi orang lain, karier orang lain, nama baik orang dan kelompoknya akan melakukan dengan sangat hati-hati, dan apa bila hal itu harus karena pembacanya menghendaki, maka akan diberitakan dengan santun, menyejukkan, dan berupaya tidak merugikan,Selain contoh kasus pembunuhan karekter yang di lakukan media terhadap pembantu-pembantu presiden tersebut ada lagi pembunuhan karakter yang sangat menusuk rasa keadilan azas presumstion of inoncence yaitu pada kasus Mantan ketua KPK antasari Azhar
Sidang perdana kasus Antasari Azhar yang digelar di Pengadilan Negeri Banten lalu sangat menyita perhatian masyarakat indonesia.Kasus yang telah banyak menyita perhatian media dan publik seantero negeri ini. Publik memang sangat menanti-nantikan kasus ini dikarenakan rasa penasaran untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan Sang Tokoh yang pernah memimpin KPK dan juga seorang Jaksa yang masih aktif.
Dalam sidang perdananya dengan agenda pembacaan surat dakwaan,Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Sang Tokoh tersebut dengan dakwaan pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP Yo. Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP Yo. psl 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan penyertaan dalam delik dalam kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen( kasus ini tidak berdiri sendiri ada beberapa terdakwa lainnya turut serta melakukan pembunuhan disidang secara terpisah). Kasus pembunuhan ini ditengarai bermotif permainan asmara atau cinta segitiga antara Terdakwa dan korban Nasruddin Zulkarnaen Almarhum dengan R( inisial) istri siri Nasruddin Zulkarnaen Almarhum.
Namun di balik pelaksanaan Formil criminal justice system tersebut ada suatu hal yang sangat esencial yang perlu di diperhatikan dan di cermati.yaitu bagai mana pernanan media dalam pemberitaan kasus mantan ketua KPK tersebut ,jauh sebelum Antasari menjadi terdakwa dan di hadapkan Di muka sidang pengadilan negeri ,sebenarnya media telah melakukan pengadilan terlebi dahulu,hal tersebut dapat di lihat ,bagaimana gencarnya pers memberitahkan bahwa intelectual Didier dalam kasus pembunahan tersebut adalah Antasari Azhar, dan bagai mana insan pers memberitahkan bahwa kasus tersebut dapat terjadi karena bermotif cinta segitiga seolah olah pers adalah malaikat penyampai wahyu kepada masyarkat yang informasi yang di sajikan nya tersebut suatu berita yang tak terbantakan hal tersebut dapat di lihat bagaimana dengan gamblangya pers menyebut nama seseorang antasari azhar yang baru saja di duga melakukan perbuatan pidana,sementara di lain pihak belum ada suatu kepastian hukum yang absolute apakah memang benar orang tersbut adalah pelakukanya.hal inilah yang sangat menciderai proses law inforcement negeri kita.walaupun sekarang sudah ada keputusan yang menyatakan bahwa antasari Azhar terlibat langsung dalam suatu rangkain pembunuhan berencana tersebut dan di nyatakan bersala berdasarkan hukum namun setidaknya pers seharunya menyajikan pemberitaan yang lebih santun dan menghormati proses peradilan yang sedang berjalan.

BAB III
A.KESIMPULAN
Peranan pers sangat besar dan kompleks dalam tatanan hidup baik indonesia sebagai negara yang menjujung tinggi azas berdemokrasi ataupun indonesia sebagai negara yang menjujung tinggi hukum ,sehingga besarnya peranan pers tersebut sering digunkan dan di manfaatkan oleh segelintir orang yang tak bertanggung jawab ,baik memanfaatkan media pers tersebut sebagai sarana untuk menyerang lawan politiknya ataupun untuk menaikan dan menjatuhkan kredibilitas orang lain
Selain pers berperan sebagai wada social control pers juga sangat rentan menciderai proses penagakan hukum(law inforcement) yang sedang berjalan apabila proses pemberitaan nya tidak mengikuti kaedah dan kode etik jurnalistik


B.SARAN
Secara umum Pers mempunyai tanggung jawab sosial terhadap apa yang menjadi materi pemberitaan nya terlebi lagi segala materi yang menjadi objek pemberitaan nya tersebut secara psikologis mempunyai tanggung jawab moral terhadap orang yanng diberitahkan nya tersebut dan hal yang paling esensial yaitu pemberitaan yang di muat dapat di pertanggung jawabkan secara yuridis formal apa bila memuat suatu kebohongan .
Dengan demikian di harapkan insan pers dalam meliput,membuat,mencari dan menyajikan berita/informasi kepada masyarakat dapat lebih arif bijaksana lagi dan menaganut prinsip praduga tak bersala serta menerapkan dengan sebenarnya kode etikjurnalistik dalam aktualissasi pelaksanaan tugasnya,dengan demikain peranan pers sebagai pilar penegakan publik sphere dapat terealisasi