Sabtu, 15 Agustus 2015

Ini Wewenang Kami

Saya merasa berkewajiban menulis serta mencoba menjawab pemberitaan miring di beberapa media online seperti blog,facebook, youtube, dan lai-lain yang beberapa minggu terakhir ini menurut saya cukup sangat memojokkan. Saya merasa terpanggil untuk menjawab sekaligus melakukan upaya pemutihan atas tindakan yang sangat deskriminatif yang dilakukan oleh segelintir orang-orang yang selalu berupaya menebar benih kebencian yang selalu menjastifikasi dan menganggap bahwa diri merekalah yang paling benar. Saya merasa terpanggil untuk menulis postingan jawaban sekaligus bantahan atas informasi dan berita yang sudah terlanjur menyebar dimasyarakat
Pemberitaan dan posting-postingan baik melalui mikro blogging, tautan di dinding facebook,youtube, maupun portal serta halaman-halaman pemberitaan resmi yang sudah terlanjur menyebar seakan mengisyaratkan bahwa ada suatu upaya dan konspirasi  sistematis, masiv dan terorganisier yang sedang berupaya menanamkan citra negatif kepolisian dimata masyarakat. Melalui pemberitaan dan informasi yang tidak utuh, kutipan mengenai suatu peraturan atau undang-undang yang tidak utuh, serta ditambah keterbatasan dan ketidak tahuan personel polri yang bertugas dilapangan mengenai dasar dan payung hukum yang berkaitan dengan tugas pokok dan tanggung jawabnya, semakin menambah bumbuh untuk memojokan institusi ini dimata masyarakat.  
Saya mungkin tipe orang yang skeptis yang selalu menyelipkan tanya atas berita, informasi serta fakta apapun yang saya temukan dan saya berusaha untuk tidak alpa untuk mengkritisi setiap berita tersebut,menyelipkan tanya di hati atas opini, serta postingan-postingan yang tidak berimbang yang cenderung mendeskreditkan institusi ini. Termaksud, dalam materi tulisan kali ini. Ada apakah gerangan?
Saat saya membuka facebook beberapa minggu yang lalu di wall (dinding) facebook muncul la berita dengan judul “tak bisa tunjukan surat perintah tugas polisi lalulintas ngacir”   silahkan tonton disini bagi yang belum lihat “KLIK” inti dalam komunikasi antara polisi dan pengendara ini adalah bahwa pengendara tidak mau menunjukan surat surat kendaraan di karenakan polisi yang bertugas yang sedang berusaha memeriksa pengendara tersebut tidak dapat menunjukan surat perintah tugas sehingga pengdara menolok untuk di periksa. Si polisi pun akhirnya ngacir, kabur.  “Lalu dimana permasalahannya dalam kasus seperti ini,? “kenapa pula saya bertindak terlalu reaktif sampai-sampai saya membuat tulisan ini untuk menjawab tayangan video tersebut? bukan kah ini hal yang biasa saja dan itu hanya ulah oknum yang berusaha mencari-cari kesalahan pengemudi di jalan raya ? kok sok-sokan saya mau menjawab pemberitaan tersebut ? memangnya siapa saya ?pengaruhnya apa dengan saya ? he..he.. alasan pertama saya adalah karena saya seorang polisi dan saya sedikit terusik dengan pemberitaan yang tidak berimbang dan cenderung mendeskreditkan tersebut. Alasan saya karena saya seorang polisi dan saya tidak mau ada pemberitaan yang menyampaikan informasi serta peraturan yang tidak utuh kepada masyarakat lalu kemudian informasi tersebut ditelan mentah-mentah oleh khalayak ramai dan dijadikan pembenaran untuk melawan petugas. Pada kesempatan kali ini Bukan pula berarti saya mau melakukan pembelaan terhadap oknum petugas yang melakukan kesalahan dalam kasus tersebut. Terus  terang bagiku tidak ada tirani yang paling menyakitkan melainkan kejahatan yang dilakukan para penegak hukum yang melakukan kezdoliman kepada masyarakat yang membutuhkannya dan saya paling benci dengan sosok Polisi seperti itu. kurang lebih itulah alasan saya menulis kali ini. Ideologi dibalas ideologi, kelompok radikal di balas dan dijinakan dengan pola deradikalisasi, pemberitaan dan postingan-postingan di balas dengan tulisan-tulisan..he..he..lanjut brooo.....
  Oh ya”, Sedikit mau menjelaskan bahwa, media mempunyai peranan sebagai public sphere yang salah satu fungsinya adalah sebagai sarana social control, pengawasan kebijakan publik, edukasi, dan penyampaian informasi ke publik dan lain sebagainya.  Dalam hal peranan media sebagai penyampai informasi ke publik, ada baiknya kita mengingat kembali salah satu teori yang sudah sangat terkenal yaitu teory jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Model) dari Elihu Katz. Teori ini menjelaskan bahwa informasi yang disampaikan dan disebarkan melalui media massa baik cetak maupun elektronik diibaratkan seperti sebuah jarum raksasa yang disuntikan kepada seorang pasien yang pasif dan lama-kelamaan pasien yang selalu disuntik secara terus menenurus oleh jarum raksasa tersebut akan pasrah dan tidak berdaya dengan apa yang telah dimasukan kebadannya. Konteks masyarakat dalam model jarum hipodermik ini adalah masyarakat yang pasif saat mendengar informasi maupun berita akan menerima apa saja pesan-pesan, informasi dan berita yang disampaikan oleh media massa baik cetak maupun elektronik sebagai mana seoarang pasien yang telah disuntikan oleh jarum raksasa dalam teori tadi. Begitupun dalam berita yang sudah menyebar seperti ini besar kemungkinan bagi masyarakat yang pasif akan menerima dan pasrah dengan berita yang ada dan menganggap informasi yang disajikan media adalah suatu kebenaran yang utuh dan bisa di jadikan dasar untuk melawan petugas kepolisian yang sedang melaksanankan tugas di lapangan. “Itulah yang saya khawatirkan dari pemberitaan seperti ini”
 Berkaitan dengan pemberitaan video tersebut seakan-akan yang benar adalah pengemudi dan yang salah adalah si polisi. Kurang lebih main idea  yang ingin disampaikan oleh media kepada masyarakat adalah “ Polisi tidak berwenang menghentikan dan memeriksa masyarakat pengguna kendaraan baik R2 maupun R4 saat berada di jalan apa bila para petugas polisi tersebut tidak memiliki surat tugas. (S.P.Gas) “pembetukan opini dimasyarakat seperti inila yang harus dijawab dan dijelaskan, agar tidak menjadi pemahaman yang keliru.
Sebenarnya bukan tanpa alasan si pengendara berani meminta dan memaksa oknum polisi tersebut untuk meminta dan menunjukan surat perintah tugas Razia. Karena, yang mejadi dasar dari pengendara tersebut adalah PP No 42 tahun 1993 tentang Pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan. Dimana didalam salah satu BAB III disana dijelaskan bahwa Pasal 7 Polisi Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan, berwenang untuk:
a.    menghentikan kendaraan bermotor;
b.    meminta keterangan kepada pengemudi;
c.    melakukan pemeriksaan terhadap surat izin mengemudi, surat tanda nomor kendaraan, surat tanda coba kendaraan, tanda nomor kendaraan bermotor atau tanda coba kendaraan bermotor
Selanjutnya pada Pasal 13 ayat 1 dijelaskan bahwa (1) petugas Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas. Ayat (2) Surat perintah tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh: a. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas Polisi Negara Republik Indonesia; b. Menteri untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan pasal 13 ayat 1 ini maka menjadi salah satu syarat materil dan merupakan suatu keharusan bahwa pada saat melaksanakan razia / pemeriksaan petugas yang melaksanakan pemeriksaan  yang resmi harus melampirkan dan menunjukan surat perintah tugas (S.P. gas). Selain syarat materil yang tidak dilengkapi oleh petugas kepolisian dilapangan dalam kasus tersebut di atas oknum petugas polisi tersebut juga tidak begitu dilengkapi oleh syarat formil seperti identitas yang tidak begitu jelas dimana kalau kita amati dalam video tersebut oknum polisi tersebut tidak memiliki nama dan dan pangkat sebagai mana mestinya. Sedangkan dalam PP No. 42 tahun 1993 pada pasal 16 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa  ayat (1) Pemeriksa yang melakukan tugas pemeriksaan wajib menggunakan pakaian seragam, atribut yang jelas,tanda-tanda khusus sebagai petugas pemeriksa, dan perlengkapan pemeriksaan. Ayat (2) Pakaian seragam, atribut, tanda-tanda khusus dan perlengkapan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh:a. Kepala Kepolisian Republik Indonesia, bagi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a; b. Menteri, bagi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b.
Sampai disini kita masuk pada kesimpulan awal bahwa keberanian dan sikap kritis yang ditunjukan oleh pengendara kepada oknum polisi memang sedikit ada benarnya diakarenakan pertama, oknum tersebut tidak memiliki dasar materil yaitu surat perintah tugas dan yang kedua yaitu oknum polisi tersebut tidak memenuhi syarat formil sebagai mana disebutkan dalam pasal 16 ayat 1. Yaitu atribut, identitas serta seragam yang jelas.  Sekarang timbul pertanyaannya. apakah sikap kritis si pengendara adalah kebenaran yang utuh dan mutlak ? he..he..disini permasalahannya dan akan saya coba saya jelaskan.
Sebelum membahas lebih jauh apakah sipengendara benar secara mutlak ataukah sebaliknya,? ada baiknya kita memahami ulang 3 hal dasar yang melatar belakangi berlakunya suatu peraturan maupun perundang-undangan yaitu :  1) Lex superior derogat legi inferiori. Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah, kecuali apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah. 2) Lex specialis derogat legi generalis Asas ini mengandung makna, bahwa aturan hukum yang khusus akan menggesampingkan aturan hukum yang umum. 3). Asas lex posterior derogat legi priori. Aturan hukum yang lebih baru mengesampingkan atau meniadakan aturan hukum yang lama. Asas lex posterior derogat legi priori mewajibkan menggunakan hukum yang baru.( http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/421-harmonisasi-peraturan-perundang-undangan.html).  Dari 3 dasar yang melatar belakangi berlakunya suatu perundang-undangan tersebut yang menjadi pijakan kita dalam membahas masalah ini adalah pada point pertama yaitu : lex superior derogat legi inferiori yaitu Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah, kecuali apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah. Maksud dalam azas ini yaitu suatu ketika terjadi dualisme dalam penerapan pasal dalam perundang-undangan maka menurut Teori Stuffen Bow karya Hans Kelsen (selanjutnya disebut sebagai ”Teori Aquo”). Hans Kelsen dalam Teori Aquo mambahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan.Yaitu digunakan apabila terjadi pertentangan, dalam hal ini yang diperhatikan adalah hierarkhi peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi pertentangan antara Peraturan Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang digunakan adalah Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi derajatnya.
Dalam kasus dan kejadian sebagai mana video di atas sipengendara menolak untuk diperiksa dan menolak untuk menunjukan surat-surat kendaraannya di karenakan oknum polisi yang mencoba memeriksa tersebut tidak dapat menunjukan surat perintah tugas (Sp.Gas). Dasar pengendara berani melawan petugas yaitu PP 42 tahun 1993 yaitu pada pasal 13 ayat 1. Sekarang mari kita lihat dan kaji dalam undang-undang kepolisian No.2 tahun 2002 tentang kepolisian khususnya pasal 16 ayat 1, bahwa kepolisian dalam rangka melaksanakan tugas memiliki wewenang huruf d . “menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri”.  Menurut pasal 16 ayat 1 huruf d ini menjelaskan bahwa anggota kepolisian memiliki wewenang menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai, lalu kemudian anggota kepolisian juga berwenang menanyakan identitas serta memeriksa tanda pengenal diri. “maksud kalimat menyuruh berhenti disitu tidak terbatas dalam hal apa yang digunakan oleh seseorang. Artinya petugas kepolisian berwenang menyuruh berhenti seseorang baik seseorang tersebut menggunakan motor, mobil, sepeda, becak, ataupun pejalan kaki.
Mengacuh pada pasal 16 ayat 1 huruf d UU No 2 tahun 2002 tentang kepolisian dapat kita simpulkan bahwa “adalaha kekeliruan besar” langkah sipengendara tersebut “menolak untuk diperiksa, dan menolak untuk menunjukan identitas diri”, lalu bagai mana dengan PP 42 tahun 1993 tadi bahwa petugas Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas?” Jawabanya ya.., mengacuh azas lex superior derogat legi inferiori yaitu Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah. Dalam kasus ini tingkatan UU No 2 tahun 2002 tentang kepolisian secara hierarki  lebih tinggi kedudukannya dari pada PP No 42 tahun 1993, jadi menurut Stuffen Bow karya Hans Kelsen yaitu “Teori Aquo”. apabila terjadi pertentangan, dalam hal hierarkhi peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi pertentangan antara Peraturan Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang digunakan adalah Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi derajatnya.Lihat hierarki undang-undang Klik Disini
Bisa dibayangkan misalnya suatu ketika di perempatan lampu merah tibah-tibah ada pengendara melanggar lampu merah dan kebetulan pada saat itu ada polisi lalu lintas yang melihat kejadian tersebut, saat di suruh berhenti pengendara tersebut menolak untuk berhenti, diperiksa dan menolak untuk menunjukan surat-surat karena sudah pasti polisi lalu lintas itu tidak memiliki surat perintah tugas. Bisa dibayangkan juga misalnya suatu ketika ada masyarakat yang melaporkan bahwa baru saja terjadi pencurian ataupun pengeboman atau penculikan. Masyarakat tersebut mencurigai pelaku tersebut kabur dengan menggunakan mobil atau motor denga kendaraan dengan Nomor Polisi (xxxxx). Karena kejadian tersebut sifatnya isidentil polisi tersebut langsung melakukan pengejaran dan merazia sejumlah kendaraan yang melewati jalur yang di indikasi akan dilewati oleh pelaku tadi. Bisa dibayangkan kalau semua pengendara menolak untuk disetop,diperiksa, dan diminta tunjukan surat-surat kendaraan mereka karena sudah pasti anggota polisi tersebut tidak memiliki surat perintah tugas. Kalau pemahaman seperti video di atas tersebut di telan utuh maka para pelaku kejahatan akan kabur semuanya menggunakan motor/ mobil”.
Menyimpulkan dari penjabaran tersebut di atas, sudah seharusnya siapapun kita pada saat mengendarai kendaraan baik motor, mobil dan kendaraan lainnya suatu ketika di perjalanan ada petugas kepolisian yang menyuruh berhenti kita dan menanyakan identitas serta tanda kelengkapan kendaraan langkah pertama adalah  kita tidak menolak untuk diperiksa karena itu salah satu kewenangan yang dimiliki oleh petugas kepolisian. Kalau pun ada kesalahan formil ataupun materil yang dilakukan oleh oknum polisi kewajiban kita bukan berarti kita berwenang dan berhak menolak atau menentang secara prontal petugas kepolisian dilapangan namun kita dapat melakukan upaya hukum lain sebagai mana yang telah diamanatkan Undang-undang.