Saya merasa berkewajiban menulis
serta mencoba menjawab pemberitaan miring di beberapa media online seperti
blog,facebook, youtube, dan lai-lain yang beberapa minggu terakhir ini menurut
saya cukup sangat memojokkan. Saya merasa terpanggil untuk menjawab sekaligus
melakukan upaya pemutihan atas tindakan yang sangat deskriminatif yang
dilakukan oleh segelintir orang-orang yang selalu berupaya menebar benih
kebencian yang selalu menjastifikasi dan menganggap bahwa diri merekalah yang
paling benar. Saya merasa terpanggil untuk menulis postingan jawaban sekaligus
bantahan atas informasi dan berita yang sudah terlanjur menyebar dimasyarakat
Pemberitaan dan posting-postingan
baik melalui mikro blogging, tautan di dinding facebook,youtube, maupun portal
serta halaman-halaman pemberitaan resmi yang sudah terlanjur menyebar seakan
mengisyaratkan bahwa ada suatu upaya dan konspirasi sistematis, masiv dan
terorganisier yang sedang berupaya menanamkan citra negatif kepolisian dimata
masyarakat. Melalui pemberitaan dan informasi yang tidak utuh, kutipan mengenai
suatu peraturan atau undang-undang yang tidak utuh, serta ditambah keterbatasan
dan ketidak tahuan personel polri yang bertugas dilapangan mengenai dasar dan
payung hukum yang berkaitan dengan tugas pokok dan tanggung jawabnya, semakin
menambah bumbuh untuk memojokan institusi ini dimata masyarakat.
Saya mungkin tipe orang yang skeptis
yang selalu menyelipkan tanya atas berita, informasi serta fakta apapun yang
saya temukan dan saya berusaha untuk tidak alpa untuk mengkritisi setiap berita
tersebut,menyelipkan tanya di hati atas opini, serta postingan-postingan yang
tidak berimbang yang cenderung mendeskreditkan institusi ini. Termaksud, dalam
materi tulisan kali ini. Ada apakah gerangan?
Saat saya membuka facebook beberapa
minggu yang lalu di wall (dinding) facebook muncul la berita dengan judul “tak bisa tunjukan
surat perintah tugas polisi lalulintas ngacir” silahkan tonton
disini bagi yang belum lihat “KLIK” inti dalam komunikasi antara
polisi dan pengendara ini adalah bahwa pengendara tidak mau menunjukan surat
surat kendaraan di karenakan polisi yang bertugas yang sedang berusaha
memeriksa pengendara tersebut tidak dapat menunjukan surat perintah tugas
sehingga pengdara menolok untuk di periksa. Si polisi pun akhirnya ngacir,
kabur. “Lalu
dimana permasalahannya dalam kasus seperti ini,? “kenapa pula saya bertindak
terlalu reaktif sampai-sampai saya membuat tulisan ini untuk menjawab tayangan
video tersebut? bukan
kah ini hal yang biasa saja dan itu hanya ulah oknum yang berusaha mencari-cari
kesalahan pengemudi di jalan raya ? kok sok-sokan saya mau menjawab pemberitaan
tersebut ? memangnya siapa saya ?pengaruhnya apa dengan saya ? he..he.. alasan
pertama saya adalah karena saya seorang polisi dan saya sedikit terusik dengan
pemberitaan yang tidak berimbang dan cenderung mendeskreditkan tersebut. Alasan
saya karena saya seorang polisi dan saya tidak mau ada pemberitaan yang
menyampaikan informasi serta peraturan yang tidak utuh kepada masyarakat lalu
kemudian informasi tersebut ditelan mentah-mentah oleh khalayak ramai dan
dijadikan pembenaran untuk melawan petugas. Pada kesempatan kali ini Bukan pula
berarti saya mau melakukan pembelaan terhadap oknum petugas yang melakukan
kesalahan dalam kasus tersebut. Terus terang bagiku tidak ada tirani yang
paling menyakitkan melainkan kejahatan yang dilakukan para penegak hukum yang
melakukan kezdoliman kepada masyarakat yang membutuhkannya dan saya paling benci
dengan sosok Polisi seperti itu. kurang lebih itulah alasan saya
menulis kali ini. Ideologi dibalas ideologi, kelompok radikal di balas dan
dijinakan dengan pola deradikalisasi, pemberitaan dan postingan-postingan di
balas dengan tulisan-tulisan..he..he..lanjut brooo.....
Oh ya”, Sedikit mau menjelaskan
bahwa, media mempunyai peranan sebagai public sphere yang salah satu fungsinya
adalah sebagai sarana social control, pengawasan kebijakan publik, edukasi, dan
penyampaian informasi ke publik dan lain sebagainya. Dalam hal peranan
media sebagai penyampai informasi ke publik, ada baiknya kita mengingat kembali
salah satu teori yang sudah sangat terkenal yaitu teory jarum Hipodermik
(Hypodermic Needle Model) dari Elihu Katz. Teori ini menjelaskan bahwa
informasi yang disampaikan dan disebarkan melalui media massa baik cetak maupun
elektronik diibaratkan seperti sebuah jarum raksasa yang disuntikan kepada
seorang pasien yang pasif dan lama-kelamaan pasien yang selalu disuntik secara
terus menenurus oleh jarum raksasa tersebut akan pasrah dan tidak berdaya
dengan apa yang telah dimasukan kebadannya. Konteks masyarakat dalam model
jarum hipodermik ini adalah masyarakat yang pasif saat mendengar informasi
maupun berita akan menerima apa saja pesan-pesan, informasi dan berita yang
disampaikan oleh media massa baik cetak maupun elektronik sebagai mana seoarang
pasien yang telah disuntikan oleh jarum raksasa dalam teori tadi. Begitupun
dalam berita yang sudah menyebar seperti ini besar kemungkinan bagi masyarakat
yang pasif akan menerima dan pasrah dengan berita yang ada dan menganggap
informasi yang disajikan media adalah suatu kebenaran yang utuh dan bisa di
jadikan dasar untuk melawan petugas kepolisian yang sedang melaksanankan tugas di
lapangan. “Itulah
yang saya khawatirkan dari pemberitaan seperti ini”
Berkaitan dengan pemberitaan
video tersebut seakan-akan yang benar adalah pengemudi dan yang salah adalah si
polisi. Kurang lebih main idea
yang ingin disampaikan oleh media kepada masyarakat adalah “ Polisi tidak
berwenang menghentikan dan memeriksa masyarakat pengguna kendaraan baik R2
maupun R4 saat berada di jalan apa bila para petugas polisi tersebut tidak
memiliki surat tugas. (S.P.Gas) “pembetukan opini dimasyarakat seperti
inila yang harus dijawab dan dijelaskan, agar tidak menjadi pemahaman yang
keliru.
Sebenarnya bukan tanpa alasan si
pengendara berani meminta dan memaksa oknum polisi tersebut untuk meminta dan
menunjukan surat perintah tugas Razia. Karena, yang mejadi dasar dari
pengendara tersebut adalah PP No 42 tahun 1993 tentang Pemeriksaan kendaraan
bermotor dijalan. Dimana didalam salah satu BAB III disana dijelaskan bahwa Pasal
7 Polisi Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan pemeriksaan kendaraan
bermotor di jalan, berwenang untuk:
a. menghentikan
kendaraan bermotor;
b. meminta
keterangan kepada pengemudi;
c. melakukan
pemeriksaan terhadap surat izin mengemudi, surat tanda nomor kendaraan, surat
tanda coba kendaraan, tanda nomor kendaraan bermotor atau tanda coba kendaraan
bermotor
Selanjutnya pada Pasal 13 ayat 1
dijelaskan bahwa (1) petugas Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan kendaraan
bermotor di jalan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas. Ayat (2) Surat
perintah tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh: a. Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh
petugas Polisi Negara Republik Indonesia; b. Menteri untuk pemeriksaan yang
dilakukan oleh pemeriksa Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan pasal 13 ayat 1 ini
maka menjadi salah satu syarat materil dan merupakan suatu keharusan bahwa pada
saat melaksanakan razia / pemeriksaan petugas yang melaksanakan pemeriksaan yang
resmi harus melampirkan dan menunjukan surat perintah tugas (S.P. gas). Selain
syarat materil yang tidak dilengkapi oleh petugas kepolisian dilapangan dalam
kasus tersebut di atas oknum petugas polisi tersebut juga tidak begitu
dilengkapi oleh syarat formil seperti identitas yang tidak begitu jelas dimana
kalau kita amati dalam video tersebut oknum polisi tersebut tidak memiliki nama
dan dan pangkat sebagai mana mestinya. Sedangkan dalam PP No. 42 tahun 1993
pada pasal 16 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa ayat (1) Pemeriksa yang
melakukan tugas pemeriksaan wajib menggunakan pakaian seragam, atribut yang
jelas,tanda-tanda khusus sebagai petugas pemeriksa, dan perlengkapan
pemeriksaan. Ayat (2) Pakaian seragam, atribut, tanda-tanda khusus dan
perlengkapan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh:a.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia, bagi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf a; b. Menteri, bagi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf b.
Sampai disini kita masuk pada
kesimpulan awal bahwa keberanian dan sikap kritis yang ditunjukan oleh pengendara
kepada oknum polisi memang sedikit ada benarnya diakarenakan pertama, oknum
tersebut tidak memiliki dasar materil yaitu surat perintah tugas dan yang kedua
yaitu oknum polisi tersebut tidak memenuhi syarat formil sebagai mana
disebutkan dalam pasal 16 ayat 1. Yaitu atribut, identitas serta seragam yang
jelas. Sekarang timbul pertanyaannya. apakah sikap kritis si pengendara
adalah kebenaran yang utuh dan mutlak ? he..he..disini permasalahannya dan akan
saya coba saya jelaskan.
Sebelum membahas lebih jauh apakah
sipengendara benar secara mutlak ataukah sebaliknya,? ada baiknya kita memahami
ulang 3 hal dasar yang melatar belakangi berlakunya suatu peraturan maupun
perundang-undangan yaitu : 1) Lex superior derogat legi inferiori.
Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan
perundang-undangan tingkat lebih rendah, kecuali apabila substansi peraturan
perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh undang-undang
ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah.
2) Lex specialis derogat legi generalis Asas ini mengandung makna,
bahwa aturan hukum yang khusus akan menggesampingkan aturan hukum yang umum.
3). Asas lex posterior derogat legi priori. Aturan hukum yang lebih baru
mengesampingkan atau meniadakan aturan hukum yang lama. Asas lex posterior
derogat legi priori mewajibkan menggunakan hukum yang baru.( http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/421-harmonisasi-peraturan-perundang-undangan.html).
Dari 3 dasar yang melatar belakangi berlakunya suatu perundang-undangan
tersebut yang menjadi pijakan kita dalam membahas masalah ini adalah pada point
pertama yaitu : lex superior
derogat legi inferiori yaitu Peraturan perundang-undangan bertingkat
lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah,
kecuali apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur
hal-hal yang oleh undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan
perundang-undangan tingkat lebih rendah. Maksud dalam azas ini yaitu suatu
ketika terjadi dualisme dalam penerapan pasal dalam perundang-undangan maka
menurut Teori Stuffen Bow karya Hans Kelsen (selanjutnya disebut sebagai ”Teori
Aquo”). Hans Kelsen dalam Teori Aquo mambahas mengenai jenjang norma hukum,
dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan
berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan.Yaitu digunakan apabila
terjadi pertentangan, dalam hal ini yang diperhatikan adalah hierarkhi
peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi pertentangan antara
Peraturan Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang digunakan adalah
Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi derajatnya.
Dalam kasus dan kejadian sebagai mana
video di atas sipengendara menolak untuk diperiksa dan menolak untuk menunjukan
surat-surat kendaraannya di karenakan oknum polisi yang mencoba memeriksa
tersebut tidak dapat menunjukan surat perintah tugas (Sp.Gas). Dasar pengendara
berani melawan petugas yaitu PP 42 tahun 1993 yaitu pada pasal 13 ayat 1.
Sekarang mari kita lihat dan kaji dalam undang-undang kepolisian No.2 tahun
2002 tentang kepolisian khususnya pasal 16 ayat 1, bahwa kepolisian dalam rangka
melaksanakan tugas memiliki wewenang huruf d . “menyuruh berhenti
seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri”.
Menurut pasal 16 ayat 1 huruf d ini menjelaskan bahwa anggota kepolisian
memiliki wewenang menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai, lalu kemudian
anggota kepolisian juga berwenang menanyakan identitas serta memeriksa tanda
pengenal diri. “maksud kalimat
menyuruh berhenti
disitu tidak terbatas dalam hal apa yang digunakan oleh seseorang. Artinya
petugas kepolisian berwenang menyuruh berhenti seseorang baik seseorang
tersebut menggunakan motor, mobil, sepeda, becak, ataupun pejalan kaki.
Mengacuh pada pasal 16 ayat 1 huruf d
UU No 2 tahun 2002 tentang kepolisian dapat kita simpulkan bahwa “adalaha kekeliruan
besar” langkah sipengendara tersebut “menolak untuk
diperiksa, dan menolak untuk menunjukan identitas diri”, lalu bagai
mana dengan PP 42 tahun 1993 tadi bahwa petugas Pemeriksa yang melakukan
pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan wajib dilengkapi dengan surat perintah
tugas?” Jawabanya ya.., mengacuh azas lex superior
derogat legi inferiori yaitu Peraturan perundang-undangan bertingkat
lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah.
Dalam kasus ini tingkatan UU No 2 tahun 2002 tentang kepolisian secara hierarki
lebih tinggi kedudukannya dari pada PP No 42 tahun 1993, jadi menurut Stuffen
Bow karya Hans Kelsen yaitu “Teori Aquo”. apabila terjadi pertentangan, dalam
hal hierarkhi peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi
pertentangan antara Peraturan Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang
digunakan adalah Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi
derajatnya.Lihat hierarki undang-undang Klik Disini
Bisa dibayangkan misalnya suatu
ketika di perempatan lampu merah tibah-tibah ada pengendara melanggar lampu
merah dan kebetulan pada saat itu ada polisi lalu lintas yang melihat kejadian
tersebut, saat di suruh berhenti pengendara tersebut menolak untuk berhenti,
diperiksa dan menolak untuk menunjukan surat-surat karena sudah pasti polisi
lalu lintas itu tidak memiliki surat perintah tugas. Bisa dibayangkan juga
misalnya suatu ketika ada masyarakat yang melaporkan bahwa baru saja terjadi
pencurian ataupun pengeboman atau penculikan. Masyarakat tersebut mencurigai
pelaku tersebut kabur dengan menggunakan mobil atau motor denga kendaraan
dengan Nomor Polisi (xxxxx). Karena kejadian tersebut sifatnya isidentil polisi
tersebut langsung melakukan pengejaran dan merazia sejumlah kendaraan yang
melewati jalur yang di indikasi akan dilewati oleh pelaku tadi. Bisa
dibayangkan kalau semua pengendara menolak untuk disetop,diperiksa, dan diminta
tunjukan surat-surat kendaraan mereka karena sudah pasti anggota polisi
tersebut tidak memiliki surat perintah tugas. Kalau pemahaman seperti video di
atas tersebut di telan utuh maka para pelaku kejahatan akan kabur semuanya
menggunakan motor/ mobil”.
Menyimpulkan dari penjabaran tersebut
di atas, sudah seharusnya siapapun kita pada saat mengendarai kendaraan baik
motor, mobil dan kendaraan lainnya suatu ketika di perjalanan ada petugas
kepolisian yang menyuruh berhenti kita dan menanyakan identitas serta tanda
kelengkapan kendaraan langkah pertama adalah kita tidak menolak untuk
diperiksa karena itu salah satu kewenangan yang dimiliki oleh petugas
kepolisian. Kalau pun ada kesalahan formil ataupun materil yang dilakukan oleh
oknum polisi kewajiban kita bukan berarti kita berwenang dan berhak menolak
atau menentang secara prontal petugas kepolisian dilapangan namun kita dapat
melakukan upaya hukum lain sebagai mana yang telah diamanatkan Undang-undang.